Dan yang lebih sial lagi, aku terperangkap di Avanza hitam, duduk di bangku paling belakang yang memiliki tingkat guncangan yang lebih hebat dari yang posisi lainnya, dan mataku sepanjang perjalanan ini nggak bisa nggak melihat mata sang supir!
Okai, aku sejujurnya bingung, mata siapa yang lebih indah? Mata pria yang masih aku cintai (tidak mau ngakui tapi masih cinta) itu atau mata pria yang duduknya hanya semeter dari aku. Sejujurnya aku penasaran dengan warna matanya, tapi sudahlah, namanya saja aku tidak tahu.
Oh ya kisah aku bisa terperangkap di mobil yang sebagian penumpangnya tidak ada di daftar temanku adalah karna sahabatku Vika yang geram melihatku nangis semalam suntuk. Lagian setelah aku pikir-pikir kenapa tidak? Liburan dadakan, lumayankan dapat cowok baru, ups. maksudnya kenalan baru.
Begitu turun dari mobil, aku langsung berlari ke pinggir pantai. Pemandangan sunrise ini nggak boleh di tinggalkan, mamen! Aku merentangkan kedua tanganku, wangi asin dari air laut langsung membuatku rindu, rindu akan mantanku. Halah, ngapain juga mikirin dia. Mari kita ganti topik dengan warna langitnya, warnanya belum bersih, masih agak-agak gelap, seperti hatiku yang masih dihiasi kenangan si mantan. Sabar, nanti juga bakalan biru bersih kan?
"Kamu lagi ngomong sendiri, ya"
Aku melihat ke samping kananku, ternyata supir yang tadi udah berdiri disampingku. Dengan celana pendek putih dan Polo shirt berwarna biru muda.
"Siapa yang ngomong sendiri? Aku dari tadi diam kok." Aku melemparkan senyum termanisku, berharap dia bisa langsung jatuh cinta dengan senyum mautku.
"Tadi aku lihat kamu mengangguk-anggukkan kepala kamu, trus tersenyum. Apa artinya kalau bukan ngomong sama diri sendiri." Alamak, senyumnya ternyata lebih dasyat dari senyum mantanku. Mati aku!
"Aa.. oohh. ituu.. em.." Mampus, semoga pipiku nggak memerah.
"Santai aja, aku juga sering begitu kok. O ya aku Fian."
"Laras." Aku menyambut uluran tangannya. Hagat. Sehangat tatapan matanya, ternyata matanya hitam gelap, tidak seperti mantanku yang warna matanya coklat tua.
"Kayaknya kamu nggak nyaman ya selama di jalan? Sory ya kalau aku nggak bisa bawa mobilnya mulus."
"Haha.. bukan kok." Salahmu cuma satu, kok. Kenapa wajahmu cakep banget. "Lagi banyak pikiran aja, makanya gelisah."
"Emm gitu, btw dah berapa kali ke pangandaran?"
"First time. "
"O ya.. gimana kalau kita duduk di situ" dia menunjuk ke tembok buatan yang ada di pinggiran pantai. Sepertinya sih itu tawaran yang menarik, apalagi obaknya lagi tinggi.
Dengan sedikit pertolongan darinya, aku bisa memanjat tembok itu. Dia duduk tepan disampingku, walaupun rasanya risih, tapi nyaman, apalagi aku bisa mencium wangi parfumnya yang bercampur sama wangi laut.
"Sunrise -nya indah, seindah senyum kamu."
"What?" aku mengorek telingaku. "Tadi kamu lagi keseleo lidah, apa kupingku yang salah dengar ya?"
Mataku mendelik ke arahnya, ya ampun, harusnya dia merasa malu atau apa gitu, ini malah dia ketawa keras. Untung suara ombak masih bisa menyembunyikan suaranya.
"Vika emang bener, kamu anaknya lucu"
"What? Vika?" Dia mengangguk beberapa kali.
"Vika cerita soal kamu, juga.. emmm.."
"Soal aku yang baru putus?"
"Yup. Sori, aku nggak maksud ungkit-ungkit hal yang bikin kamu sakit hati." Kalau aku bawa kamera, pasti wajah murung ini bakalan ku abadikan, abisnya unyu-unyu gitu, minta di cipok, upss..
"Hahaha.. santai aja, Fian. Eh enaknya manggil kamu apa? Fian? Fin, Yan, atau apa?"
"Kalau manggil sayang, mau nggak?" Kayaknya lama-lama aku bakalan mati kena serangan jantung, tapi dia itu beneren manis banget. Mana tanganku sekarang udah digenggem sama dia, adem banget rasanya.
"Ntar ada yang sakit hati, kalau aku panggil sayang. Lagian ini terlalu cepat, yank."
"Hahaha.. tenang aja, Cinta. Status FB ku single kok, lagian aku nggak hobby punya pacar lebih dari satu. Repot!"
Kami berdua tertawa lepas, rasanya semua sakit hatiku barusan hilang.
"Mataharinya dah makin tinggi, ya?" tanggannya merangkul pundakku dan aku pun merebahkan kepalaku di dada bidangnya.
"Iya, langit birunya cerah. Secerah hatiku."
"Are you ready?"
"For what?"
"For fall into me"
"Aku rasa sekarang aku hampir jatuh"
"Kenapa hampir?Padahal aku sudah."
Dia mengecup keningku dan kami menghabiskan beberapa jam kami di pinggi pantai Pangandaran yang indah.
Oh ya kisah aku bisa terperangkap di mobil yang sebagian penumpangnya tidak ada di daftar temanku adalah karna sahabatku Vika yang geram melihatku nangis semalam suntuk. Lagian setelah aku pikir-pikir kenapa tidak? Liburan dadakan, lumayankan dapat cowok baru, ups. maksudnya kenalan baru.
Begitu turun dari mobil, aku langsung berlari ke pinggir pantai. Pemandangan sunrise ini nggak boleh di tinggalkan, mamen! Aku merentangkan kedua tanganku, wangi asin dari air laut langsung membuatku rindu, rindu akan mantanku. Halah, ngapain juga mikirin dia. Mari kita ganti topik dengan warna langitnya, warnanya belum bersih, masih agak-agak gelap, seperti hatiku yang masih dihiasi kenangan si mantan. Sabar, nanti juga bakalan biru bersih kan?
"Kamu lagi ngomong sendiri, ya"
Aku melihat ke samping kananku, ternyata supir yang tadi udah berdiri disampingku. Dengan celana pendek putih dan Polo shirt berwarna biru muda.
"Siapa yang ngomong sendiri? Aku dari tadi diam kok." Aku melemparkan senyum termanisku, berharap dia bisa langsung jatuh cinta dengan senyum mautku.
"Tadi aku lihat kamu mengangguk-anggukkan kepala kamu, trus tersenyum. Apa artinya kalau bukan ngomong sama diri sendiri." Alamak, senyumnya ternyata lebih dasyat dari senyum mantanku. Mati aku!
"Aa.. oohh. ituu.. em.." Mampus, semoga pipiku nggak memerah.
"Santai aja, aku juga sering begitu kok. O ya aku Fian."
"Laras." Aku menyambut uluran tangannya. Hagat. Sehangat tatapan matanya, ternyata matanya hitam gelap, tidak seperti mantanku yang warna matanya coklat tua.
"Kayaknya kamu nggak nyaman ya selama di jalan? Sory ya kalau aku nggak bisa bawa mobilnya mulus."
"Haha.. bukan kok." Salahmu cuma satu, kok. Kenapa wajahmu cakep banget. "Lagi banyak pikiran aja, makanya gelisah."
"Emm gitu, btw dah berapa kali ke pangandaran?"
"First time. "
"O ya.. gimana kalau kita duduk di situ" dia menunjuk ke tembok buatan yang ada di pinggiran pantai. Sepertinya sih itu tawaran yang menarik, apalagi obaknya lagi tinggi.
Dengan sedikit pertolongan darinya, aku bisa memanjat tembok itu. Dia duduk tepan disampingku, walaupun rasanya risih, tapi nyaman, apalagi aku bisa mencium wangi parfumnya yang bercampur sama wangi laut.
"Sunrise -nya indah, seindah senyum kamu."
"What?" aku mengorek telingaku. "Tadi kamu lagi keseleo lidah, apa kupingku yang salah dengar ya?"
Mataku mendelik ke arahnya, ya ampun, harusnya dia merasa malu atau apa gitu, ini malah dia ketawa keras. Untung suara ombak masih bisa menyembunyikan suaranya.
"Vika emang bener, kamu anaknya lucu"
"What? Vika?" Dia mengangguk beberapa kali.
"Vika cerita soal kamu, juga.. emmm.."
"Soal aku yang baru putus?"
"Yup. Sori, aku nggak maksud ungkit-ungkit hal yang bikin kamu sakit hati." Kalau aku bawa kamera, pasti wajah murung ini bakalan ku abadikan, abisnya unyu-unyu gitu, minta di cipok, upss..
"Hahaha.. santai aja, Fian. Eh enaknya manggil kamu apa? Fian? Fin, Yan, atau apa?"
"Kalau manggil sayang, mau nggak?" Kayaknya lama-lama aku bakalan mati kena serangan jantung, tapi dia itu beneren manis banget. Mana tanganku sekarang udah digenggem sama dia, adem banget rasanya.
"Ntar ada yang sakit hati, kalau aku panggil sayang. Lagian ini terlalu cepat, yank."
"Hahaha.. tenang aja, Cinta. Status FB ku single kok, lagian aku nggak hobby punya pacar lebih dari satu. Repot!"
Kami berdua tertawa lepas, rasanya semua sakit hatiku barusan hilang.
"Mataharinya dah makin tinggi, ya?" tanggannya merangkul pundakku dan aku pun merebahkan kepalaku di dada bidangnya.
"Iya, langit birunya cerah. Secerah hatiku."
"Are you ready?"
"For what?"
"For fall into me"
"Aku rasa sekarang aku hampir jatuh"
"Kenapa hampir?Padahal aku sudah."
Dia mengecup keningku dan kami menghabiskan beberapa jam kami di pinggi pantai Pangandaran yang indah.
ngk asyik,
ReplyDeletelgsng end..
ngk ad cwe br pts lngsng jadian,
1,2 events lg bru...
afif: thanks for your comment
ReplyDelete@anonim: thanks dah mau baca dan juga kritikannya :)
Kenangan indah ya disisi laut Pangandaran..
ReplyDelete