Dia hanya menggaruk kepalanya saat ku katakan aku memimpikannya. Saat aku tunggu responsnya, dia hanya tersenyum dan menjawab bingung.
Keesokan harinya aku bercerita lagi tentang mimpiku. Semalamnya aku bermimpi tentang taman dan anak-anak kecil yang saling berkejaran. Mereka terlihat bahagia dan bebas. Dia bilang, masa kecil kamu kurang bahagia, ya?
Aku tertawa sambil memukul lengannya. Ya, masa kecilku memang tidak seceria masa kecilnya. Kalau masa kecil yang dihabiskan dirumah sakit itu dikatakan indah, maka kau harus menjadi aku.
Malamnya aku bermimpi lagi tentang dia. Dia makan bersamaku, makan pizza dan pasta kesukaanku. Kami menghabiskan pizza ukuran large dan dua pasta keju. Dengan perut kenyang kami melanjutkan makan salad. Katanya, harus ditutup dengan buah.
Sayangnya keesokan harinya dia tidak datang. Kata anak buahnya dia lagi ada acara keluarga. Dan sepanjang hari ini aku habiskan dengan membaca buku pemberiannya.
Ketika malam tiba, aku bertemu dengannya lagi. Dia terlihat tampan dalam balutan jas hitam lengkap dengan dasi. Rambutnya lebih rapih dari biasanya, dan dia tersenyum kearahku. Ketika bangun, aku terbangun dengan wajah yang berseri.
Kamu terlihat bahagia, begitu kata suster yang mengganti infusku pagi ini. Aku tersenyum balik padanya dan menanyakan kabar pria itu. Aku berharap hari ini dia akan menjengukku lagi. Sayangnya, acara kelauarganya masih belum selesai.
Walaupun aku penasaran, aku tidak ingin ada yang tahu perasaanku padanya. Cukup aku yang tahu. Cukup aku yang menderita.
Malam ini aku tidak bermimpi apa-apa. Aku tertidur sangat lelap. Aku terbangun ketika suster yang kemarin membangunkanku untuk mengikuti serangkaian kemo.
Sore hari aku bertemu dia. Dia terlihat sangat bahagia. Saat dia menanyakan kabarku, aku menjawabnya dengan lantang dan mengatakan bahwa aku merasa bahagia. Dia tersenyum sambil menggenggam tanganku.
Aku melirik ketangan itu, sebelum hari ini, dia tidak pernah terlihat mengenakan cincin. Tapi hari ini dia memakai cincin emas putih dengan pinggiran warna keemasan. Aku ingin bertanya, tapi aku takut. Aku takut terluka lagi.
Malam harinya, aku tidur jauh dari larut malam. Jam satu pagi aku masih terjaga, terdiam di dalam ruanganku. Apakah aku hanya boleh bahagia dalam mimpi? Apa aku tidak punya hak untuk bahagia saat aku terjaga?
Akhirnya aku tertidur dan bermimpi lagi, kali ini aku bermimpi ada di ruangan yang sangat putih. Putihnya menyilaukan mataku. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Namun perlahan-lahan aku bisa melihat sesuatu. Seseorang.
Aku melihat diriku berdiri di depan cermin besar yang menampilkan postur tubuhku secara keseluruhan. Aku mengenakan gaun berwarna putih. Gaun pengantin. Rambutku berwarna hitam dan pangjang, tidak seperti rambutku yang sekarang, rambutless. Rambut panjang itu tergerai dan di buat bergelombang. Aku mengenakan tiara diatasnya. Wajahku yang biasanya pucat, terlihat bersinar. Aku terlihat bahagia.
Aku memutar-mutar tubuhku didepan cermin itu, aku tertawa sendiri melihat penampilanku yang seperti itu. Sejak usia enam tahun aku sudah berada di rumah sakit. Sepuluh tahun sudah aku mengidap kanker yang membuatku tidak memiliki kehidupan lain selain kehidupan di rumah sakit ini.
Satu tahun yang lalu dia datang dan menggantikan dokter yang biasa merawatku. Dia dengan senyum dan kesabarannya mendengarkan ceritaku. Dia dan tangan ajaibnya yang bisa meredakan sakit yang kurasa saat kemo. Dia yang kini sudah mengenakan cincin di jari manisnya.
Aku terdiam, banyangan perempuan cantik di dalam cermin itupun berganti. Aku melihat kepala botakku, aku melihat kulitku yang pucat, kantong mataku yang hitam dan bintik-bintik di kulit wajahku. Aku dalam pakaian penyakitan.
Kemudian mimpiku berganti lagi. Kini ruangan putih itu menyilaukan mataku lagi. Lebih silau dari sebelumnya. Dari kejauhan aku mendengar sebuah suara "Aku mengasihimu, anak-Ku."
Lalu aku merasa tubuhku seperti disiram air dingin, rasanya sejuk. Apakah ini rasanya kedamaian itu? Apakah ini rasanya bahagia itu? Mengetahui bahwa ada seseorang yang mengasihi kita, walaupun dia tidak terlihat?
Tahulah kini aku, bahwa bahagia itu tidak datang dari mimpi indah. Bahagia itu tidak datang dari pria yang mencintai kita. Bahagia itu adalah tahu bahwa sang pencipta masih mengasihi dan memperhatikan kita.
No comments:
Post a Comment